UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2004 TENTANG PERKEBUNAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa bumi,...
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 18 TAHUN 2004
TENTANG
PERKEBUNAN
TENTANG
PERKEBUNAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa bumi, air, dan kekayaan yang terkandung di dalamnya, sebagai karunia dan amanat Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada bangsa Indonesia merupakan potensi yang sangat besar dalam pembangunan perekonomian nasional termasuk di dalamnya pembangunan perkebunan dalam mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara berkeadilan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara berkeadilan, maka perkebunan perlu dijamin keberlanjutannya serta ditingkatkan fungsi dan peranannya;
c. bahwa perkebunan sebagai salah satu bentuk pengelolaan sumber daya alam perlu dilakukan secara terencana, terbuka, terpadu, profesional, dan bertanggung jawab;
d. bahwa peraturan perundang-undangan yang ada belum sepenuhnya dapat dijadikan landasan untuk penyelenggaraan perkebunan yang sesuai denga perkembangan lingkungan strategis;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka perkebunan perlu diatur dalam suatu undang-undang;
Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 33 Undang-undnag Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERKEBUNAN:
BAB I
KETENTUAN UMUM
KETENTUAN UMUM
Bagian Kesatu
Pengertian
Pasal 1
- Perkebunan adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan/ atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai, mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan serta manajemen untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan masyarakat.
- Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan/atau tanaman tahunan yang karena jenis dan tujuan pengelolaannya ditetapkan sebagai tanaman perkebunan
- Usaha perkebunan adalah usaha yang menghasilkan barang dan/atau jasa perkebunan
- Pelaku usaha perkebunan adalah pekebun dan perusahaan perkebunan yang mengelola usaha perkebunan
- Pekebun adalah perorangan warga negara Indonesia yang melakukan usaha perkebunan dengan skala usaha tidak mencapai skala tertentu
- Perusahaan perkebunan adalah pelaku usaha perkebunan warga negara Indonesia atau badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia yang mengelola usaha perkebunan dengan skala tertentu
- Skala tertentu adalah skala usaha perkebunan yang didasarkan pada luasan lahan usaha, jenis tanaman, teknologi, tenaga kerja, modal dan/atau kapasitas pabrik yang diwajibkan memiliki izin usaha.
- Industri pengolahan hasil perkebunan adalah kegiatan penanganan dan pemrosesan yang dilakukan terhadap hasil tanaman perkebunan yang ditujukan untuk mencapai nilai tambah yang lebih tinggi.
- Hasil perkebunan adalah semua barang dan jasa yang berasal dari perkebunan yang terdiri dari produk utama, produk turunan, produk sampingan, produk ikutan, dan produk lainnya.
- Agribisnis perkebunan adalah suatu pendekatan usaha yang bersifat kesisteman mulai dari subsistem produksi, subsistem pengolahan, subsistem pemasaran dan subsistem jasa lainnya.
- Pemerintah adalah Pemerintah Pusat
- Provinsi adalah pemerintah provinsi
- Kabupaten/kota adalah pemerintah kabupaten/kota
- Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang perkebunan.
Bagai Kedua
Asas, Tujuan dan Fungsi
Asas, Tujuan dan Fungsi
Pasal 2
Pasal 3
a. meningkatkan pendapatan masyarakat;
b. meningkatkan penerimaan negara;
c. meningkatkan penerimaan devisa negara;
d. menyediakan lapangan kerja;
e. meningkatkan produktivitas, nilai tambah, dan daya saing;
f. memenuhi kebutuhan konsumsi dan bahan baku industri dalam negeri; dan g. mengoptimalkan pengelolaan sumberdaya alam secara berkelanjutan.
Pasal 4
Perkebunan mempunyai fungsi:
a. ekonomi, yaitu peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat serta penguatan struktur ekonomi wilayah dan nasional;b. ekologi, yaitu peninkatan konservasi tanah dan air, penyerap karbon, penyedia oksigen, dan penyangga kawasan lindung; dan
c. sosial budaya, yaitu sebagai perekat dan pemersatu bangsa.
Bagian Ketiga
Ruang Lingkup
Ruang Lingkup
Pasal 5
a. perencanaan;
b. penggunaan tanah;
c. pemberdayaan dan pengelolaan usaha;
d. pengolahan dan pemasaran hasil;
e. penelitian dan pengembangan;
f. pengembangan sumber daya manusia;
g. pembiayaan; dan
h. pembinaan dan pengawasan.
BAB II
PERENCANAAN PERKEBUNAN
PERENCANAAN PERKEBUNAN
Pasal 6
(2) Perencanaan perkebunan terdiri dari perencanaan nasional, perencanaan provinsi, dan perencanaan kabupaten/kota.
(3) Perencanaan perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh pemerintah, provinsi, dan kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentinagan masyarakat.
Pasal 7
a. rencana pembangunan nasional;
b. rencan tata ruang wilayah;
c. kesesuaian tanah dan iklim serta ketersediaan tanah untuk usaha perkebunan;
d. kinerja pembangunan
e. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
f. sosial budaya;
g. lingkungan hidup;
h. kepentingan dan masyarakat;
i. pasar; dan
j. aspirasi daerah dengantetap menjunjung tinggi keutuhan bangsa dan negara.
(2) Perencanaan perkebunan mencakup:
a. wilayah;
b. tanaman perkebunan;
c. sumber daya manusia;
d. kelembagaan;
e. keterkaitan dan keterpaduan hulu-hilir;
f. saran dan prasaran; dan g. pembiayaan.
Pasal 8
Bab III
Penggunaan Tanah
Untuk Usaha Perkebunan
Penggunaan Tanah
Untuk Usaha Perkebunan
Pasal 9
(2) Dalam hal tanah yang diperlukan merupakan tanah hak ulayat masyarakat hukum adat yang menurut kenyataanya masih ada, mendahului pemberian hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemohon hak wajib melakukan musyawarah dengan masyarakat hukum adat pemegang hak ulayat dan warga pemegang hak atas tanah yang bersangkutan, untuk memperoleh kesepakatan mengenai penyerahan tanah dan imbalannya.
Pasal 10
(2) Dalam menetapkan luas maksimum dan luas minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri berpedoman pada jenis tanaman ketersediaan tanah yang sesuai dengan agroklimat, modal, kapasitas pabrik, tingkat kepadatan penduduk, pola pengembangan usaha, kondisi geografis dan perkembangan teknologi.
(3) Dilarang memindahkan hak atas tanah usaha perkebunan yang mengakibatkan terjadinya satuan usaha yang kurang dari luas minimum sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1).
(4) Pemindahan hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dinyatakan tidak sah dan tidak dapat didaftarkan.
Pasal 11
(2) Jangka waktu sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1), atas permohonan pemegang hak diberikan perpanjangan waktu paling lama 25 (dua puluh lima) tahun oleh instansi yang berwenang di bidang pertanahan, jika pelaku usaha perkebunan yang bersangkutan menurut penilaian Menteri memenuhi seluruh kewajibannya dan melaksanakan pengelolaan kebun sesuai dengan ketentuan teknis yang ditetapkan.
(3) Setelah jangka waktu perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berakhir, atas permohonan bekas pemegang hak diberikan hak guna usaha baru, dengan jangka waktu sebagaimana yang ditentukan pada ayat (1) dan persyaratan yang ditentukan sebagaimana dimsaksud pada ayat (2).
Pasal 12
Menteri dapat mengusulkan kepada instansi yang berwenang di bidang pertanahan untuk menghapus hak guna usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), apabila menurut penilaian Menteri hak guna usaha yang bersangkutan tidak dimanfaatkan sesuai dengan rencana ayat dipersyaratkan dan ditelantarkan selama 3 (tiga) tahun berturut-turut sejak diberikan hak guna usaha yang bersangkutan.
BAB IV
PEMBERDAYAAN DAN PENGOLAHAN USAHA PERKEBUNAN
Bagian Kesatu
Pelaku Usaha Perkebunan
Pasal 13
(2) Badan hukum asing atau perorangan warga negara asing yang melakukan usaha perkebunan wajib bekerja sama dengan pelaku usaha perkebunan dengan membentuk badan hukum Indonesia.
(3) Badan hukum asing atau perorangan warga negara asing yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenakan sanksi berupa larangan membuka usaha perkebunan.
Pasal 14
Bagian Kedua
Jenis dan Perizinan Usaha Perkebunan
Jenis dan Perizinan Usaha Perkebunan
Pasal 15
(2) Usaha budi daya tanaman perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan serangkaian kegiatan pratanam, penanaman, pemeliharaan tanaman, pemanenan, dan sortasi.
(3) Usaha industri pengolahan hasil perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kegiatan pengolahan yang bahan baku utamanya hasil perkebunan untuk memperoleh nilai tambah
(4) Industri Pengolahan hasil perkebunan merupakan pengolahan hasil perkebunan uang bahan bakunya karena menurut sifat dan karakteristiknya tidak dapat dipisahkan dengan usaha budi daya tanaman perkebunan terdiri dari gula pasir dari tebu, teh hitam dan teh hijau serta ekstraksi kelapa sawit
Penambahan atau pengurangan jenis usah industri pengolahan hasil perkebunan sebagimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 16
Pasal 17
(2) Kewajiban memperoleh izin usaha perkebunan sebagimana dimaksud pada ayat
(1) dikecualikan bagi perkebunan.
(3) Luasan tanah tertentu untuk usaha budi daya tanaman perkebunan dan kapasitas pabrik tertentu untuk usaha industri pengelolaan hasil perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetepkan oleh Menteri berdasarkan jenis tanaman, teknologi, tenaga kerja, dan modal.
(4) Usaha industri pengelolaan hasil perkebunan harus dapat menjamin ketersediaan bahan bakunga dengan mengusahakan budi daya tanaman perkebunan sendiri, melakukan kemitraan dengan pekebun, perusahaan perkebunan, dan/atau bahan baku dari sumber lainnya.
(5) Izin usaha perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Gubernur untuk wilayah lintas kabupaten/kota dan Bupati/Walikota untuk wilayah kabupaten/kota.
(6) Pelaku usaha perkebunan yang telah mendapat izin usaha perkebunan wajib menyampaikan laporan perkembangan usahanya secara berkala sekurang- kurangnya 1 tahun sekali kepada pemberi izin sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
(7) Kekentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pemberian izin usaha perkebunan sebagimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) serta laporan perkembangan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (6) ditetapkan oleh Menteri.
Bagian Ketiga
Pemberdayaan Usaha Perkebunan
Pasal 18
(2) Pemberdayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
- memfasilitasi sumber pembiayaan/permodalan;
- menghindari pengenaan biaya yang tidak sesuai dengan peraturan perusing-undangan;
- memfasilitasi pelaksanaan ekspor hasil perkebunan;
- mengutamakan hasil perkebunan dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dan bahan baku industri;
- mengatur pemasukan dan pengeluaran hasil perkebunan; dan/atau
- memfasilitasi aksesibilitas ilmu pengetahuan dan teknologi serta informasi.
Pasal 19
(2) Untuk membangun sinergi antarpelaku usaha agribisnis perkebunan.
(3) Pemerintah mendorong dan memfasilitasi terbentuknya dewan komoditas yang berfungsi sebagai wadah untuk pengembangan komoditas strategis perkebunan bagi seluruh pemangku kepentingan perkebunan.
Pasal 20
Pasal 21
Bagian Keempat
Kemitraan Usaha Perkebunan
Pasal 22
(2) Kemitraan usaha perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), polanya dapat berupa kerja sama penyediaan sarana produksi, kerja sama produksi, pengelolaan dan pemasaran, transportasi, kerja sama operasional, kepemilikan saham, dan jasa pendukung lainnya.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pola kemitraan usaha perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Menteri.
Bagian Kelima
Kawasan Pengembangan Perkebunan
Pasal 23
(2) Dalam kawasan pengembangan perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pelaku usaha perkebunan dapat melakukan diversifikasi usaha.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kawasan pengembangan perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Keenam
Perlindungan Wilayah Geografis Penghasil
Produksi Perkebunan Spesifik Lokasi
Produksi Perkebunan Spesifik Lokasi
Pasal 24
(2) Wilayah geografis yang sudah ditetapkan untuk dilindungi kelestariannya dengan indikasi geografis dilarang dialihfungsikan.
(3) Setiap orang atau badan hukum yang melanggar ketentuan sebagimana dimaksud pada ayat (2) dikenakan sanksi berupa wajib membatal-alihkan fungsi yang bersangkutan dan wajib mengembalikan wilayah geografis kepada fungsi semula.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai wilayah geografis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) meliputi jenis tanaman perkebunan dan hubungannya dengan cita rasa spesifik hasil tanaman tersebut serta tata cara penetapan batas wilayah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketujuh
Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup
Pasal 25
(2) Untuk mencegah kerusakan fungsi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sebelum memperoleh izin usaha perkebunan perusahaan perkebunan wajib :
- membuat analisis mengenai dampak lingkungan hidup atau upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup;
- memiliki analisis dan manajemen risiko yang menggunakan hasil rekayasa genetik;
- membuat pernyataan kesanggupan untuk menyediakan sarana, prasarana, dan system tanggap darurat yang memadai untuk menanggulangi terjadinya kebakaran dalam pembukaan dan /atau pengolahan lahan.
(4) Setiap perusahaan perkebunan yang tidak memenuhi persyaratan sebagiamana dimaksud pada ayat (2) ditolak permohonan izin usahanya.
(5) Setiap perusahaan perkebunan yang telah memperoleh izin usaha perkebunan tetapi tidak menerapkan analisis mengenai dampak lingkungan hidup atau upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup sebagimana dimaksud pada ayat (3) dicabut izin usahanya.
Pasal 26
BAB V
PENGELOLAAN DAN PEMASARAN HASIL PERKEBUNAN
Pasal 27
(2) Pemerintah, provinsi, kabupaten/kota melakukan pembinaan dalam rangka pengembangan usaha industri pengolahan hasil perkebunan untuk memberikan nalai tambah yang maksimal.
(3) Usaha industri pengolahan hasil perkebunan dapat dilakukan di dalam atau di luar kawasan pengembangan perkebunan, dan dilakukan secara terpadu dengan usaha budi daya tanaman perkebunan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan dan keterpaduan usaha industri pengolahan hasil perkebunan dengan usaha budi daya tanaman perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) ditetapkan dengah Peraturan Pemerintah.
Pasal 28
(2) Ketentuan tentang penerapan, pembinaan, dan pengawasan sistem mutu produk olahan hasil perkebunan serta pedoman industri pengelolaan hasil perkebunan ditetapkan oleh Pemerintah.
Pasal 29
Bagian Kedua
Pemasaran Hasil Perkebunan
Pasal 30
(2) Pemerintah, provinsi, dan kabupaten/kota memfasilitasi kerja sama antara pelaku usaha perkebunan, asosiasi pemasaran, asosiasi komoditas, kelembagaan lainnya, dan/atau masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 31
- memalsukan mutu dan/atau kemasan hasil perkebunan;
- menggunakan bahan penolong untuk pengolahan; dan/atau
- mencampur hasil perkebunan dengan benda atau bahan lain;
Pasal 32
Pasal 33
Pasal 34
BAB VI
PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERKEBUNAN
Pasal 35
Pasal 36
(2) Perorangan, perguruan tinggi, lembaga penelitian dan pengembangan pemerintah dan/atau swasta, serta lembaga penelitian dan pengembangan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (10 dapat melakukan kerja sama dengan :
- sesama pelaksana penelitian dan pengembangan;
- pelaku usah perkebunan;
- asosiasi komoditas perkebunan;
- organisasi profesi terkait; dan/atau
- lembaga penelitian dan pengembangan perkebunan asing.
(4) Pemerintah, perguruan tinggi, kabupaten/kota mendorong agar pelaku usaha perkebunan baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama membentuk unit penelitian dan pengembangan perkebunan atau melakukan kemitraan antara pelaku usaha, pelaksana penelitian dan pengembangan, dan perguruan tinggi.
(5) Perorangan warga negara asing dan/atau lembaga penelitian dan pengembangan asing yang akan melakukan penelitian dan pengembangan perkebunan wajib mendapatkan izin terlebih dahulu dari instansi Pemerintah yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(6) Pemerintah, perguruan tinggi, kabupaten/kota melalui instrumen kebijakannya memotivasi pelaku usaha perkebunan asing untuk melakukan alih teknologi.
Pasal 37
(2) Pemerintah memberikan perlindungan hak kekayaan intelektual atas hasil invensi ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang perkebunan.
(3) Pelaksanaan penelitian dan pengembangan melaksanakan pemantauan dan evaluasi terhadap penerapan hasil penelitian perkebunan.
BAB VII
PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PERKEBUNAN
Pasal 38
(2) Sumber daya manusia perkebunan meliputi aparatur dan seluruh pelaku usaha perkebunan baik perorangan maupun kelompok.
Pasal 39
Pasal 40
Pasal 41
BAB VIII
PEMBIAYAAN USAHA PERKEBUNAN
Pasal 42
(2) Pemerintah mendorong dan memfasilitasi terbentuknya lembag keuangan perkebunan yang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik usaha perkebunan
(3) Pembiayaan yang bersumber dari Pemerintah, provinsi, dan kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diutamakan untuk pekebun.
Pasal 43
(1) Pemerintah, provinsi, kabupaten/kota, dan pelaku usaha perkebunan menghimpun dana untuk pengembangan sumber daya manusia, penelitian dan pengembangan, serta promosi perkebunan
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penghimpunan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
BAB IX
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN USAHA PERKEBUNAN
Pasal 44
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan dan pengawasan usaha perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.
BAB X
PENYIDIKAN
Pasal 45
(2) Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang untuk:
- Melakukan pemeriksanaan atas kebenaran laporan atau keterangan yang berkenaan dengan tindak pidana di bidang perkebunan;
- Melakukan pemanggilan terhadap seseorang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersngka atau sebagai saksi dalam tindak pidana di bidang perkebunan;
- Melakukan penggeledahan dan penyitaan barang bukti tindak pidana di bidang perkebunan;
- Meminta keterangan dan barang bukti dari orang atau badan hukum sehubungan dengan tindak pidana di bidang perkebunan;
- Membuat dan menandatangani berita acara; dan
- Menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti tentang adanya tindak pidana di bidang perkebunan.
BAB XI
KETENTUAN PIDAN
Pasal 46
KETENTUAN PIDAN
Pasal 46
hasil perkebunan dengan kapasitas tertentu tidak memiliki izin usaha perkebunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah).
(2) Setiap orang yang karena kalalaiannya melakukan usaha budidaya tanaman perkebunan dengan luasan tanah tertentu dan/atau usaha industri pengolahan
hasil perkebunan dengan kapasitas tertentu tidak memiliki izin usaha perkebunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) diancam dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Pasal 47
(2) Setiap orang yang karena kelalaiannya melakukan tindakan yang berakibat pada kerusakan kebun dan/atau aset lainnya, penggunaan lahan perkebunan tanpa izin dan/atau tidnakan lainnya yang mengakibatkan terganggunya usaha perkebunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, diancam dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan dan denda paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah).
Pasal 48
(2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang mati atau luka berat, pelaku diancam dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp.15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
Pasal 49
(2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang mati atau luka berat, pelaku diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Pasal 50
- memalsukan mutu dan/atau kemasan hasil perkebunan;
- menggunakan bahan penolong untuk usaha industri pengolahan hasil perkebunan; dan atau
- mencampur hasil perkebunan dengan benda atau bahan lain;
- memalsukan mutu dan/atau kemasan hasil perkebunan;
- menggunakan bahan penolong untuk usaha industri pengolahan hasil perkebunan; dan atau
- mencampur hasil perkebunan dengan benda atau bahan lain;
Pasal 51
(2) Setiap orang yang karena kelalaiannya melanggar larangan mengiklankan hasil usaha perkebunan yang menyesatkan konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 diancam dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 52
Pasal 53
BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 54
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 54
Pasal 55
BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 56
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 11 Agustus 2004
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Ttd.
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
pada tanggal 11 Agustus 2004
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Ttd.
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 11 Agustus 2004
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, ttd
BAMBANG KESOWO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2004 NOMOR 84.
DOWNLOAD Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2004 Tentang Perkebunan
COMMENTS